Stroke Non Hemoragik Pada Atrial Fibrilasi Dan Congestive Heart Failure (CHF)
Pembahasan Kasus
Stroke Non
Hemoragik (stroke kardioemboli)
Stroke adalah gangguan fungsi serebral fokal atau global,
mendadak, cepat, >24 jam atau meninggal, akibat gangguan peredaran darah
otak. Dimana stroke iskemik memiliki angka kejadian 85% terhadap seluruh stroke
dan terdiri dari 80% stroke aterotrombotik dan 20% stroke kardioemboli. Stroke
kardioemboli diakibatkan dari emboli yang berasal dari jantung. Sebab tersering
timbulnya emboli ini adalah fibrilasi atrium pada orang tua atau terdapat
kelainan katup jantung pada orang muda. Diagnosis stroke kardioemboli adalah
dengan menggunakan Skala klinis Davis & Hart dan Task Force of Cerebral
Embolic. Pemeriksaan fisik, temuan klinis dan pemeriksaan penunjang merupakan
hal penting untuk diperhatikan dalam diagnosa stroke kardioemboli. Tatalaksana
stroke kardioemboli menggunakan kriteria yang terdapat dalam CHADS 2 yaitu
dengan penggunaan antikogulan atau antiagregasi trombosit. Efek samping yang
terjadi seperti perdarahan otak pada pemberian antiplatelet lebih kecil daripada
pemberian antikoagulan pada stroke infark kardioemboli namun kejadian stroke
infark kardioemboli ulang seringkali ditemukan.1
Artial Fibrilasi2
Fibrilasi atrium adalah
takiaritmia supraventrikular yang khas, dengan aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi
mengakibatkan perburukan fungsi mekanis atrium. Pada elektrokardiogram (EKG),
ciri
dari FA adalah tiadanya konsistensi gelombang P, yang digantikan oleh gelombang
getar (fibrilasi) yang bervariasi amplitudo, bentuk dan durasinya. Pada fungsi NAV
yang normal, FA biasanya disusul oleh respons ventrikel yang juga ireguler, dan
seringkali cepat.
Klasifikasi
Secara klinis FA dapat dibedakan menjadi lima jenis
menurut waktu presentasi dan durasinya, yaitu:
a.
FA yang pertama
kali terdiagnosis.
Jenis ini
berlaku untuk pasien yang pertama kali datang dengan manifestasi klinis FA,
tanpa memandang durasi atau berat ringannya gejala yang muncul.
b.
FA paroksismal
FA yang
mengalami terminasi spontan dalam 48 jam, namun dapat berlanjut hingga 7 hari.
c.
FA persisten
FA dengan
episode menetap hingga lebih dari 7 hari atau FA yang memerlukan
kardioversi dengan obat atau listrik.
d.
FA persisten lama
(long standing persistent)
FA yang
bertahan hingga ≥1 tahun, dan strategi kendali irama masih akan diterapkan.
e.
FA permanen
FA yang
ditetapkan sebagai permanen oleh dokter (dan pasien) sehingga strategi kendali
irama sudah tidak digunakan lagi. Apabila strategi kendali irama masih
digunakan maka FA masuk ke kategori FA persisten lama
Selain lima
kategori diatas, terdapat beberapa kategori tambahan menurut ciri-cirinya,
yaitu:
a.
FA sorangan: FA
tanpa disertai penyakit struktur kardiovaskular lainnya,termasuk hipertensi,
penyakit paru terkait atau abnormalitas anatomi jantung sepeetti pembesaran
atrium kiri, dan usia dibawah 60 tahun.
b.
FA non-valvular:
tidak terkait dengan penyakit reumatic mitral, katup janutng protese, atau
operasi perbaikan katup mitral.
c.
FA sekunder: FA
yang terjadi akibat kondisi primer yang ,enjadi pemicu FA, seperti infark
miokard akut, bedah jantung, perikarditis, miokarditis, hipertiroidisme, emboli
paru, pneumonia, atau penyakit paru lainnya. Sedangkan FA sekunder yang
berkaitan dengan penyakit katup disebut FA valvular.
Diagnosis FA
ditegakan berdasarkan:
Anamnesis:
palpitasi, mudah lelah atau toleransi rendah terhadap aktifitas fisik
Presinkop atau
sinkop, kelemahan umum, pusing
dapalan.com/CEyc
Pemeriksaan fisik:
salah satu tanda yang dapat ditemuka adalah pulsus defisit, yaitu terdapat
selisih jumlah nadi yang teraba dengan auskultasi laju jantung.
Pemeriksaan
penunjang:
-
Laboratorium:
seperti darah lengkap, elektrolit, ureum, enzim jantung
-
EKG : temuan
biasanya dapat mengkonfirmasi diagnosis FA dan biasanya mencakup laju ventrikel
bersifat ireguler dan tidak terdapat gelombang P yang jelas, digantikan
gelombang F yang iregular dan acak, diikuti kpompleks QRS yang ieguler pula.
-
Foto toraks:
pemeriksaan foto toraks biasnya normal, tetapi kadang dapat ditemukan bukti
gagal jantung atau tanda patologi parenkim atau vaskular paru.
o
Ekokardiografi :
o Transtorakal (ETT): evaluasi penyakit katup, evaluasi
ukura atrium, ventrikel dan dimensi dinding. Estimasi fungsi ventrikel dan
evaluasi trombus ventrikel. Estimasi tekanan sistolik paru (hipertensi
pulmonal). Evaluasi penyakir perikardial.
o Transesofageal (ETE): trombus atrium kiri (terutama di
AAK), mamandu kardioversi (bila terlihat trombus, kardioversi harus ditunda)
-
Monitor Hotler:
berguna untuk menegakan diagnosis FA paroksismal, dimana pada saat prsentasi,
FA tidak ditemukan pada EKG. Selain itu alat ini juga dapat digunakan untuk
mengevaluasi dosis obat dalam kendali laju atau kendali irama.
Pada pasien didapatkan gejala
seperti palpitasi, mudah lelah, pulsus defisit, dan pada EKG id temukan adanya
irama jantung iregular yang mendukung fibrilasi atrium. Selain itu dipatkan
juga kelainan pada jantung maupun katupnya berupa pembesaran atrium dan
ventrikel kiri pada foto rontgen toraks, serta adanya mitral stenosis pada
ekokardiografi. Keadaan ini sudah berlangsung kurang lebih satu tahun. Sehingga
saya simpulkan bahwa pasien mengalami Fibrilasi Atrium persisten lama dengan
kelainan Valvular.
Congestif Heart Failure ec Mitral Stenosis ec Reumatic
Heart Disesase3
Gagal
jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu
memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.
Dari
kasus diatas, diagnosis fungsional adalah CHF, hal ini didasarkan pada kriteria
Framingham minimal satu kriteria mayor dan dua kriteria mayor, yaitu:
Kriteria
Mayor
1.
Paroksismal
nocturnal dispneu
2.
Distensi vena leher
3.
Ronki paru
4.
Kardiomegali
5.
Edema paru akut
6.
Gallop S3
7.
Peninggian tekanan
vena jugularis
8.
Refluks
hepatojugular
Kriteria minor:
1.
Edema ekstremitas
2.
Batuk malam hari
3.
Dispneu d’effort
4.
Hepatomegali
5.
Efusi pleura
6.
Penurunan kapasitas
vital
7.
Takikardi
(>120x/menit)
Pada pasien ini
didapatkan tiga kriteria mayor berupa kardiomegali, gallop S3, dan peninggian
tekanan vena jugularis yaitu (5+2) cmH2O.
Dan pada kriteria
minor didapatkan temuan berupa dispneu d’effort yang didapatkan pada anamnesis.
Oleh karena itu
pasien saya simpulkan diagnosis fungsionalnya adalah CHF.
Diagnosis anatomi ditegakan berdasarkan
pemeriksaan fisik dimana pada auskultasi jantung didapatkan murmur diastolik
pada katup mitral jantung. Hal ini bersesuaian dengan hasil echokardiografi
yang menyatakan bahwa pasien tersebut terjadi Mitral Stenosis (MS).
Diagnosis etiologi yaitu berupa
Reumatic heart disease (RHD). Diagnosis ini ditegakkan berdasrkan keriteria
Jones yang dimodifikasi oleh AHA, yaitu:
1.
Poliartritis
2.
Karditis
3.
Korea
4.
Nodul subkutaneus
5.
Eritema marginatum
Kriteria minor
1.
Klinis suhu tinggi
2.
Sakit sendi:
atralgia
3.
Riwayat pernah
menderita demam rematik/penyakit jantung reumatik
Dari kriteria
diatas, ditemukan satu kriteria mayor yaitu carditis dimana ditemukan bisisng
diastolik pada keempat katup mitral dan os mengeluh dadanya berdebar-debar.
Untuk kriteria minor ditemukan adanya nyeri pada persendian yang berpindah-pindah.
Mulai dari persendian lutut, bahu dan siku.
Dari gejala diatas
dapat disimpulkan bahwa pasien menderita Reumatic heart desease.
Hubungan CHF dan AF pada penderita stroke non hemoragik
Pada fibrilasi atrium aktivitas
sitolik pada atrium kiri tidak teratur, terjadi penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan
memudahkan terbentuknya trombus. Pada pemeriksaan ekokardiografi
transesofageal, trombus pada atrium kiri lebih banyak dijumpai pada pasien AF
dengan stroke emboli dibandingkan dengan fibrilasi atrium tanpa stroke emboli.
2/3 sampai ¾ dari kasus stroke iskemik yang terjadi pada pasien dengan
fibrilasi atrium non valvular karena stroke emboli. Beberapa penelitian
menghubungkan fibrilasi atrium dengan gangguan hemostasis dan thrombosis.
Kelainan tersebut mungkin akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga sebgai
kofaktor terjadinya tromboemboli pada fibrilasi atrium. Kelainan-kelainan
tersebut adalah peningkatan faktor von-Willebrand ( faktor VII ), fibrinogen,
D-dimer, dan fragmen protrombin. Fibrilasi atrium akan meningkatkan agregasi
trombosit, koagulasi dan hal ini dipengaruhi oleh lamanya fibrilasi atrium.
Trombus yang terbentuk akan
terlepas dan menyumbat pembuluh-pembuluh darah diotak, sehingga dapat
mengakibatkan stroke. Terutama stroke non hemoragik (iskemik),bit.ly/2Jz7821
Komentar
Posting Komentar