KEJAHATAN SEKSUAL
KEJAHATAN SEKSUAL
Pendahuluan
Banyak sekali
kejahatan seksual yang terjadi pada kehidupan sehari-hari, tidak terkecuali di
Indonesia. Kejahatan seksual terhadap anak dibawah umur atau terhadap anak yang
belum siap dikawinpun kerap terjadi. Kejahatan seksual tidak dapat hanya
merupakan masalah antar individu, melainkan sebagai problem sosial yang terkait
dengan masalah hak-hak asasi, khususnya yang berkaitan dengan perlindungan dari
segala bentuk penyiksaan, kekerasan, dan pengabaian martabat
manusia. Maka untuk menganalisa kasus-kasus seperti diperlukan keahlian dari
seorang dokter. Sebagai seorang dokter seharusnya dapat membantu penyidikan,
oleh karenanya sebagai dokter haruslah mengetahui bagaimana prosedur
pemeriksaan yang benar terhadap korban dan tersangka kasus kejahatan seksual.
Bagaimana tanda-tanda persetubuhan, tatalaksana terhadap korban dan hukum-hukum
di Indonesia yang berhubungan dengan kasus kejahatan seksual sangatlah penting
diketahui oleh dokter untuk membantu penyidikan tersebut. Sebagai ahli klinis
yang perhatian utamanya tertuju pada kepentingan pengobatan penderita, memang
agak sulit untuk melakukan pemeriksaan yang berhubungan dengan kejahatan.
Sebaiknya korban kejahatan seksual dianggap sebagai orang yang telah mengalami
cedera fisik dan atau mental, sehingga sebaiknya pemeriksaan ditangani oleh
dokter di klinik. Penundaan pemeriksaan dapat memberikan hasil yang kurang
memuaskan.1
Aspek Hukum
Aspek
Hukum Pidana
1.
Perkosaan
Pada tindak pidana di atas perlu dibuktikan telah terjadi persetubuhan
dan telah terjadi paksaan dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan.
Dokter dapat menentukan apakah persetubuhan telah terjadi atau tidak, dan
apakah terdapat tanda-tanda kekerasan. Tetapi dokter tidak dapat menentukan
apakah terdapat unsur paksaan pada tindak pidana ini. Ditemukannya tanda kekerasan pada tubuh
korban tidak selalu merupakan akibat paksaan, mungkin juga disebabkan oleh
hal-hal lain yang tak ada hubungannya dengan paksaan. Demikian pula jika dokter
tidak menemukan tanda kekerasan, maka hal itu belum merupakan bukti bahwa
paksaan tidak terjadi. Pada hakekatnya dokter tidak dapat menetukan unsur
paksaan yang terdapat pada tindak pidana perkosaan sehingga dokter juga tidak
mungkin menentukan apakah perkosaan telah terjadi. Yang berwenang untuk
menentukan hal tersebut adalah hakim karena perkosaan adalah pengertian hukum
bukan istilah medis sehingga dokter jangan menggunakan istilah perkosaan dalam
Visum et Repertum.1,2
Dalam
bagian kesimpulan Visum et Repertum hanya dituliskan
a.
Ada tidaknya tanda persetubuhan
b.
Ada tidaknya tanda kekerasan serta jenis kekerasan
yang menyebabkannya.
KUHP
pasal 285
Barang siapa dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar
perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling
lama dua belas tahun.1
KUHP
pasal 286
Barang siapa bersetubuh dengan
seorang wanita di luar perkawinan padahal diketahui bahwa wanita itu dalam
keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun.1
Pada tindak pidana di atas harus terbukti bahwa perempuan berada dalam
keadaan pingsan atau tidak berdaya ketikan terjadi persetubuhan. Dokter harus
mencatat dalam anamnesa apakah korban sadar ketika terjadi persetubuhan, adakah
penyakit yang diderita korban yang sewaktu-waktu dapat mengakibatkan korban
pingsan atau tak berdaya misalnya epilepsi, katalepsi, syncope, dan lainnya.
Jika korban mengatakan ia pingsan maka perlu diketahui bagaimana terjadinya
keadaan pingsan itu, apakah terjadi setelah korban diberi makanan atau minuman.1
Pada pemeriksaan perlu diperhatikan apakah korban menunjukkan
tanda-tanda bekas hilang kesadaran atau tanda-tanda telah berada di bawah
pengaruh alkohol, hipnotik atau narkotik. Apabila ada petunjuk bahwa alkohol,
hipnotik atau narkotik telah dipergunakan maka dokter perlu mengambil urin dan
darah untuk pemeriksaan toksikologik.1
Jika terbukti bahwa si terdakwa telah sengaja membuat wanita itu pingsan
atau tak berdaya, ia dapat dituntut telah melakukan tindak pidana perkosaan
karena dengan membuat wanita itu pingsan atau tidak berdaya ia telah melakukan
kekerasan.1
KUHP
pasal 89
Membuat orang pingsan atau tidak
berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.1
KUHP
pasal 291
ayat 1
Kalau salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 286, 287, 288, dan 290 itu berakibat luka berat,
dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun.1
ayat 2
Kalau salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 285, 286, 287, 289, dan 290 itu berakibat matinya
orang, dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun.1
KUHP
pasal 294
Barang siapa melakukan perbuatan
cabul dengan anaknya, anak tirinya atau anak piaraannya, anak yang dibawah
pengawasannya, orang dibawah umur yang diserahkan kepadanya untuk dipelihara,
dididiknya atau dijaganya, atau bujangnya atau orang yang dibawah umur, dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya 7 tahun.1
Dengan itu dihukum juga :
- Pegawai negeri yang
melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dibawahnya/orang yang
dipercayakan/diserahkan kepadanya untuk dijaga.
- Pengurus, dokter, guru,
pejabat, pengurus atau bujang di penjara, ditempat bekerja kepunyaan
negeri, tempat pendidikan, rumah piatu, Rumah sakit jiwa atau lembaga
semua yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan disitu.
2.
Suka sama suka
Walaupun jika persetubuhan antara anak perempuan dengan temannya adalah
berdasarkan suka sama suka, orang tua bisa melakukan delik aduan tindak pidana
yang merupakan persetubuhan dengan wanita yang menurut undang-undang belum
cukup umur apabila anak perempuan itu belum 16 tahun(pantas dinikahi). 2
KUHP
pasal 287
ayat 1
Barang siapa bersetubuh dengan
seorang wanita di luar perkawinan padahal diketahuinya atau sepatutnya harus
diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa
belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun.1
ayat 2
Penuntutan hanya dilakukan atas
pengaduan kecuali jika umur wanita itu belum sampai dua belas tahun atau jika
ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan pasal 294.1
Jika umur korban belum cukup 15 tahun tetapi sudah di atas 12 tahun,
penuntutan baru dilakukan bila ada pengaduan dari yang bersangkutan. Jadi
dengan keadaan itu persetubuhan tersebut merupakan delik aduan, bila tidak ada
pengaduan maka tidak ada penuntutan.1
Tetapi
keadaan berbeda jika :
a.
Umur korban belum cukup 12 tahun, atau
b.
Korban yang belum cukup 15 tahun itu menderita luka
berat atau mati akibat perbuatan itu (KUHP pasal 291), atau
c.
Korban yang belum cukup 15 tahun itu adalah
anaknya, anak tirinya, muridnya, anak yang berada di bawah pengawasannya,
bujangnya atau bawahannya (pasal 294).1
Dalam keadaan diatas, penuntutan dapat dilakukan walaupun tidak ada
pengaduan karena bukan lagi merupakan delik aduan.1
Pada pemerikasaan akan diketahui umur korban. Jika tidak ada akte
kelahiran maka umur korban yang pasti tidak diketahui. Dokter perlu
menyimpulkan apakah wajah dan bentuk badan korban sesuai dengan umur yang
dikatakannya.1
Keadaan perkembangan payudara dan pertumbuhan rambut kemaluan perlu
dikemukakan. Ditentukan apakah gigi geraham belakang ke-2 (molar ke-2) sudah
tumbuh (terjadi pada umur kira-kira 12 tahun), sedangkan molar ke-3 akan muncul
pada usia 17-21 tahun atau lebih. Juga harus ditanyakan apakah korban sudah
pernah mendapat haid bila umur korban tidak diketahui.1
Jika korban menyatakan belum pernah haid, maka penentuan
ada/tidaknya ovulasi masih diperlukan. Muller menganjurkan agar dilakukan
observasi selama 8 minggu di rumah sakit untuk menentukan adakah selama itu ia
mendapat haid. Kini untuk menentukan apakah seorang wanita sudah pernah
mengalami ovulasi atau belum, dapat dilakukan pemeriksaan 'vaginal smear'.1
Hal di atas perlu diperhatikan mengingat bunyi kalimat : padahal
diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa wanita itu umurnya belum lima
belas tahun dan kalau umurnya tidak jelas bahwa belum waktunya untuk dikawin.
Perempuan yang belum pernah haid dianggap sebgai belum patut dikawin.1
Hukum Perlindungan Anak
Dengan
dasar Lex specialis derogat legi
generalis, yaitu hukum yang lebih spesifik dapat menggantikan hukum yang lebih
umum, maka kasus kejahatan seksual pada anak dibawah 12 tahun tersebut dapat
tetap dilaporkan kepada polisi tanpa aduan dari korban maupun walinya. KUHP
pasal 287 di atas dapat digantikan oleh Undang-Undang RI No. 23 tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak.2
Hal ini dapat kita lihat pada Pasal 17 yang berbunyi
:
(1)
Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :
·
mendapatkan
perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa.
·
memperoleh
bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya
hukum yang berlaku.
·
membela
diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak
memihak dalam sidang tertutup untuk umum.
(2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan
seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.2
Pasal 18 yang berbunyi :
Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana
berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.2
Selain itu Pasal 78 juga
menerangkan mengenai kewajiban setiap orang untuk melapor ke polisi.
“Setiap orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak
dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, anak yang berhadapan
dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang
tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak
yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat
adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, anak korban perdagangan, atau
anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, padahal anak
tersebut memerlukan pertolongan dan harus dibantu, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”
Jadi dokter harus menjelaskan kepada ibunya bahwa menurut
hukum ia wajib membantu anaknya dengan melaporkan kasus ini kepada polisi.2
Selain itu pasal – pasal yang memuat ketentuan lebih
rinci mengenai perlindungan anak ini adalah :
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :
·
Anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan.
·
Perlindungan
anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar
dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
·
Perlindungan
khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat,
anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi,
anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang
diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan,
penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak
yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.2
Pasal 3
Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya
hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara
optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia
yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.2
Pasal 4
Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang,
dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.2
Pasal 13
(1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali,
atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak
mendapat perlindungan dari perlakuan:
a. diskriminasi;
b.
eksploitasi,
baik ekonomi maupun seksual;
c.
penelantaran;
d.
kekejaman,
kekerasan, dan penganiayaan;
e.
ketidakadilan;
dan
f. perlakuan salah lainnya.
(2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak
melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka
pelaku dikenakan pemberatan hukuman.
Penjelasan Pasal 13
(1) Perlakuan salah lainnya, misalnya tindakan pelecehan
atau perbuatan tidak senonoh kepada anak.
Pasal 81
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan
atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau
dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00
(enam puluh juta rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat,
serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya
atau dengan orang lain.
Pasal 82
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau
ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan,
atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling
singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Aspek Medikolegal
Persetujuan Tindakan Medik. Peraturan Menteri
Kesehatan No. 585/MenKes/Per/IX/1989 tentang persetujuan tindakan medis.3
Pasal 1. Permenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989.
a. Persetujuan
tindakan medis/informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien
atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medic yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.
b. Tindakan
medik adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap pasien berupa diagnostik
atau terapeutik.
c. Tindakan
invasif adalah tindakan medis yang langsung dapat mempengaruhi jaringan tubuh.
d. Dokter
adalah dokter umum/spesialis dan dokter gigi/dokter gigi spesialis yang bekerja
di rumah sakit, puskesmas, klinik atau praktek perorangan/bersama.
Pasal 2. PerMenKes No 585/MenKes/Per/IX/1989
a. Semua
tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
b. Persetujuan
dapat diberikan secara tertulis maupun lisan.
c. Persetujuan
sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat informasi yang
adekuat tentang perlunya tindakan medik yang bersangkutan serta risiko yang
dapat ditimbulkannya.
d. Cara
penyampaian dan isi informasi harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan serta
kondisi dan situasi pasien.
Pasal 4. PerMenKes No 585/MenKes/Per/IX/1989.
a. Informasi
tentang tindakan medik harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun tidak
diminta.
b. Dokter
harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya kecuali bila dokter menilai
bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau
pasien menolak diberikan informasi.
c. Dalam
hal-hal sebagaimana yang disebut di pasal (2) dokter dengan persetujuan pasien
dapat memberikan informasi tersebut kepada terdekat dengan didampingi oleh
seorang perawat/paramedik lainnya sebagai saksi.
Pemeriksaan
Medis
Kronologis Pemeriksaan
Kasus Kejahatan Seksual:
1.
Informed
consent
2.
Anamnesa
Pasien :
a.
Umum : - Umur, tempat/tanggal lahir, status
perkawinan, siklus haid
- Penyakit
kelamin/penyakit kandungan/penyakit lain
- Apa pernah
bersetubuh
- Kapan
persetubuhan terakhir
- Apakah memakai
kondom
b.
Khusus:-Waktu kejadian, tanggal, jam, tempat kejadian
-Apakah korban melawan
-Apakah korban pingsan
-Apa ada penetrasi dan ejakulasi
-Apa setelah kejadian korban mencuci, mandi,
atau ganti pakaian
3. Memeriksa pakaian 3
-Robekan
-Kancing
putus
-Bercak
darah
-Air mani
-Lumpur
-Rapi
atau tidak
4. Memeriksa
tubuh korban 3
ë Umum
-Penampilan
-Keadaan emosional
-Tanda bekas hilang kesadaran
-Tanda needle mark
-Tanda kekerasan
-Tanda perkembangan alat kelamin sekunder, pupil, reflex
cahaya, TB, BB, TD, keadaan jantung, paru, abdomen
-Adakah trace evidence pada tubuh korban
ë Khusus
*Rambut kemaluan yang saling melekat karena air mani
mongering ègunting
*Bercak
air mani èkerok/swab
*Vulva ètanda kekerasan
*Introitus vagina
*Selaput daraètentukan orifisiumèperawan= 2,5cm ; persetubuhan= 9cm
*Frenulum labiorum pudenda
*Vagina dan cervix
5. Pemeriksaan Laboratorium4
v Tes Penyaring cairan mani è Tes fosfatase asam, visual/taktil, UV
v Tes
Penentu cairan mani è
Berberio, Florence, Puranen
v Tes
Penentu spermatozoa è Sediaan
langsung, Malascheet Green, Baechii
v Tes
toksikologi (urin,darah)
v Tes
kehamilan
v Tes
kuman Gonorrhea
Pemeriksaan laboratoriun pada kasus kejahatan seksual5
1.
Pemeriksaan
cairan mani
Semen merupakan cairan agak kental, berwarna putih
kekuningan, keruh dan berbau khas. Dapat mengandung/ tidak mengandung
spermatozoa (pada azospermia). Mengandung spermatozoa, sel-sel epitel, dan
sel-sel lain yang tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal yang
mengandung spermin dan beberapa enzim seperti fosfatase asam. Karena kekhasan
kandungan zat ini, zat ini dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu cairan
atau bercak adalah sperma atua bukan.5
2.
Bahan
yang diambil dari tubuh korban:
Cairan
mani dalam vagina untuk membuktikan adanya persetubuhan. Swab dilakukan dengan
bantuan spekulum. Dengan cotton but dilakukan swab pada forniks posterior
vagina dan permukaan mulut rahim.5
3.
Penentuan
ada/ tidaknya spermatozoa
Tanpa
pewarnaan
·
Untuk
melihat apakah ada spermatozoa yang masih bergerak
·
Umumnya,
dalam 2-3 jam setelah persetubuhan masih dapat ditemukan spermatozoa yang
bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang sampai 3-4 jam.
·
Cara pemeriksaan: satu tetes lendir vagina
diletakan pada kaca obyek, dilihat dengan pembesaran 500 x serta kondensor
diturunkan. Perhatikan gerakan sperma.
·
Spermatozoa dapat ditemukan 3-6 hari pasca
persetubuhan
Dengan pewarnaan
·
Dibuat sediaan apus dan difiksasi dengan
melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada nyala api. Pulas dengan HE,
methylene blue atau malachite green 5
·
Malachite green adalah cara yang mudah dan baik
digunakan.
è Warnai
dengan larutan malachite green 1% selama 10-15 menit, lalu cuci dengan air
mengalir dan setelah itu lakukakn counterstain dengan Eosin Yellowish 1% selama
1 menit, terakir cuci lagi dengan air
è Terlihat gambaran sperma: kepala (merah), leher( merah
muda), ekor (hijau)
Hasil pemeriksaan dengan Malachite-green
4. Penentuan
cairan mani (kimiawi)
Reaksi
fosfatase asam
·
Mendeteksi adanya enzim Fosfatase asam dalam
bercak/ cairan
·
Merupakan reaksi penyaring ada/ tidaknya mani,
sehingga kharus dikonfirmasi ulang lagi dengan menggunakan tes penentu
·
Cara pemeriksaan : Bahan yang dicurigai
ditempelkan pada kertas saring ang telah terlebih dahulu dibasahi dengan
akuades selama beberapa menit. Kemudian kertas saring diangkat dan disemprotkan
dengan reagens. 5
(+)Ã timbul warna ungu dalam waktu ± 30 detik
+ palsu
dapat ditemukan pada feses, air teh, kontraseptik, sari buah dan
tumbuh-tumbuhan.
Reaksi Berberio
·
Dasar
reaksi: menentukan adanya spermin dalam semen
·
Merupakan reaksi penentu ada/ tidaknya mani
·
Reagen yang digunakan larutan asam pikrat jenuh
(+)Ã kristal spermin pikrat yang kekuning-kuningan
berbentuk jarum dengan ujung tumpul, kadang-kadang terdapat garis refraksi yang
terletak longitudinal 5
Reakssi florence
·
Dasar reaksi adalah untuk menentukan ada/
tidaknya kholin.
·
Cara
pemeriksaan: Ekstrak diletakan pada kaca obyek, biarkan mengering, tutup dengan
kaca penutup. Reagen dialirkan dengan pipet dibawah kaca penutup.
(+)Ã kristal kholin-periodida berwarna cokelat, berbentuk
jarum dengan ujung sering terbelah.
+ palsuà ekstrak jaringan berbagai organ (putih telur, ekstrak
seranggga) akan memberikan warna serupa.5
Pemeriksaan bercak mani pada pakaian
1.
Visual
Bercak
mani berbatas tegas, dan lebih gelap dari sekitarnya, bercak yang sudah agak
tua berwarna agak kekuning-kuningan. Pada bahan tekstil yang tidak menyerap,
bercak yang segar akan menunjukkan permukaan mengkilap dan translusen, kemudian
akan mengering. Dengan bantuan sinar ultraviolet bercak semen akan menunjukkan
warna putih. Dengan bantuan lampu wood: dapat ditemukan bercak putih
pada kulit/ tubuh.5
2. Taktil
Bercak mani terasa memberi kesan kaku seperti
kanji
3. Pewarnaan
Baecchi
·
Untuk mengetahui adanya spermatozoa pada bercak
kain
·
Dengan jarum diambil 1-2 helai benang, leyakkan
pada gelas obyek dan diuraikan sampai serabut-serabut saling terpisah. Tutup
dengan gelas tutup dan balsem kanada, periksa dengan mikroskop pembesaran 400
kali. Serabut pakaian tidak mengambil warna, spermatozoa dengan kepala berwarna
merah dan ekor merah muda terlihat banyak menempel pada selaput benang. 5
Pemeriksaan
pria tersangka
Cara lugol
·
Kaca obyek ditempelkan dan ditekankan pada
glans penis, terutama pada bagian kolom, korona serta frenulum
·
Kemudian letakkan dengan spesimen menghadap ke
bawah dengan spesimen menghadap ke bawah dia atas tempat yang berisi larutan
lugol dengan tujuan agar uap iodium akan mewarnai sediaan tersebut. Hasik +
menunjukan sel-sel epitel vagina dengan sitoplasma berwarna cokelat karena
mengandung banyak glikogen.
·
Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari
seorang wanita, perlu ditentukan adanya kromatin seks (barr body).
Laporan Hasil
Pemeriksaan
VISUM ET REPERTUM KEJAHATAN SUSILA
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran UKRIDA
Jl. Arjuna Utara No 6 Telp (021)56942061, Fax
(021)5631731 Jakarta 11510
Nomor :
3456-SK.III/2345/2-95 Jakarta,
....Januari
PROJUSTIA
Visum Et Repertum
Yang
bertanda tangan di bawah ini, ............................, dokter ahli
kedokteran forensik pada Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Ukrida Jakarta, menerangkan bahwa atas permintaan tertulis dari kepolisian
Resort Polisi Jakarta Barat No. Pol .:B/789/VR/XII/95/Serse teretanggal ....Januari
2015, maka pada tanggal .................., pukul ................................
Waktu Indonesia bagian Barat, bertempat di Rumah Sakit Ukridatelah melakukan
pemeriksaan korban dengan nomor registrasi..................yang menurut surat
tersebut adalah :
Nama :
Ana..........................................................................................................
Jenis kelamin :
Perempuan..............................................................................................
Umur :
14 tahun..................................................................................................
Kebangsaan :
Indonesia.................................................................................................
Agama :
Islam.......................................................................................................
Pekerjaan :
Sekolah...................................................................................................
Alamat :
Tanjung Duren........................................................................................
Pada pemeriksaan ditemukan:
a.
Perempuan tersebut adalah seorang
wanita berusia empat belas tahun dengan kesadaran baik, emosi gelisah, rambut
rapi, penampilan bersih, sikap selama pemeriksaan kurang
membantu...........................................................................
b.
Pakaian rapi tanpa
robekan..................................................................................
c.
Pemeriksaan tubuh korban : ................................................................................
1.
Keadaan umum jasmaniah baik,
tekanan darah seratus sepuluh per tujuh puluh milimeter air raksa, denyut nadi
delapan puluh kali per menit, pernapasan dua puluh kali permenit...............................................................
2.
Tanda kelamin sekunder sudah
berkembang..................................................
3.
Kesan gigitan ditemukan pada leher
kiri dan di payudara kiri.......................
d.
Pemeriksaan alat kelamin :
.................................................................................
1.
Terdapat robekan lama selaput dara
dengan erosi dan peradangan jaringan vulva pada arah jam
9....................................................................................
2.
Lingkaran mulut vagina
diperkirakan melebihi sembilan sentimeter............
3.
Leher rahim tampak merah keungguan
dengan permukaan licin dan lunak..............................................................................................................
e.
Pemeriksaan
laboratorium:...................................................................................
1.
Pada pemeriksaan cairan mani
hasilnya positif..............................................
2.
Pada pemeriksaan sperma hasilnya
positif dan pada tes motilitas, sperma ditemukan
bergerak.......................................................................................
3.
Pada pemeriksaan rambut kemaluan
ditemukan rambut yang bukan dipunyai yang bersangkutan...........................................................................
KESIMPULAN
Robekan
lama pada selaput dara menandakan memang telah terjadi persetubuhan. Dari
pemeriksaan fisik dan laboratorium ditemukan memang benar yang bersangkutan
pernah melakukan persetubuhan yang terjadi kurang lebih tiga sampai lima hari
lalu........................................................................................................
Demikian
Visum et Repertum ini saya buat dengan sebenar-benarnya dengan mengingat sumpah
jabatan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana..............................................................................................................................
Jakarta, ......
Dokter
Pemeriksa,
dr..............................
Aspek Psikososial
Telah
dipercaya bahwa kekerasan seksual itu berbahaya (Finkelhor & Browne 1986,
Wyatt & Powell 1988). Dari akibat tidak menyenangkan bagi anak-anak secara
fisik dan psikologikal sampai akibat yang menyakitkan. Bahkan anak yang lebih
besar yang secara fisik cukup matang untuk merasakan sensasi seksual merasa
sakit dan menderita dari akibatnya. Anak-anak mengatakan mereka tidak
menyukainya, mereka mengharapkan untuk berhenti dan biasanya menyatakan nyeri
dan tidak nyaman ketika mencoba menceritakannya tentang hal tersebut. 6
Bukti dimana
kekerasan seksual pada anak menimbulkan efek yang merugikan muncul dari:
-
Pengamatan kekerasan seksual pada anak ketika mendiagnosis.
-
Pengamatan lanjut anak-anak setelah pengakuan terjadi kekerasan seksual.
-
Studi populasi orang dewasa ketika menilai frekwensi masalah kesehatan mental
pada populasi dengan kekesaran dan populasi tanpa kekerasan.
Efek-efeknya dapat jangka pendek atau
berlangsung lama.
Efek jangka
pendek pada anak
-
Gangguan perilaku seperti mengotori, membasahi, atau mencelakakan diri
sendiri.
-
Kelainan keadaan emosional seperti cemas, depresi, dan menarik diri.
- Gangguan
dalam proses belajar dan yang berhubungan dengan pendidikan, anak-anak
memerlukan bimbingan pendidikan yang spesial.
-
Perubahan hubungan sosial, mereka hanya dapat berhubungan dengan orang dewasa
yang satu jenis kelamin dan tidak mempunyai teman satu kelas atau
mengasingkan diri.6
|
Efek jangka panjang pada anak.
Efek
jangka panjang kekerasan pada anak muncul pada banyak jalan (Bbriere &
Runtz 1988):
- Masalah
kesehatan mental : depresi, bunuh diri, melukai diri sendiri, rendah rasa
percaya diri, dan penyalahgunaan alkohol dan atau obat.
- Kesulitan
pengaturan seksual : pelacuran, kesulitan perkawinan, keengganan untuk
berhubungan seksual, dan kontrol kesuburan.
- Disfungsi
seksual : pelanggaran, perilaku kejahatan, bertindak kekerasan
Dalam perihal kasus persetubuhan, sebagian besar
korban akan mengalami dampak-dampak negatif, baik dalam psikis/kejiwaannya
maupun dari lingkungan sekitar. Bila persetubuhan seksual terjadi selama suatu
waktu tertentu akan terjadi suatu proses yang mempunyai suatu pola tertentu
yang terdiri dari 5 fase : 6
·
Fase “menarik diri”, yaitu ketika pelaku
mengajak anak menjalin hubungan yang khusus.
·
Fase interaksi seksual, yaitu ketika persetubuhan
seksual itu terjadi.
·
Fase rahasia, yaitu ketika pelaku
mengancam anak dan memintanya untuk merahasiakan yang terjadi.
·
Fase penyikapan, yaitu ketika
persetubuhan seksual itu diketahui.
·
Fase supresi, yaitu ketika keluarga
menekan anak untuk menarik kembali pengakuannya atau pernyataannya.
Perubahan psikologis pada korban persetubuhan
terdapat 3 fase, meliputi :
·
Fase pertama atau akut (beberapa hari
setelah kejadian)
1.
Anak sering menangis atau diam sama
sekali.
2.
Anak merasa tegang, takut, khawatir,
malu, terhina, dendam, dan sebagainya.
·
Fase kedua atau adaptasi
1. Rasa
takut atau marah dapat dikendalikan dengan represi atau rasionalisasi.
·
Fase ketiga atau fase reorgansasi
1.
Depresi yang dapat berlangsung lama.
2.
Sering sulit tidur, mimpi buruk dan
sulit melupakan kejadian yang telah menimpanya.
3.
Takut melihat orang banyak atau orang
yang ada dibelakangnya.
4.
Takut terhadap hubungan seksual.
Dampak persetubuhan terhadap anak
dapat menimbulkan gangguan atau masalah kejiawaan, antara lain :
·
Berbagai gejala kecemasan seperti
misalnya, fobia, insomnia, dan sebagainya dan dapat juga berupa Gangguan Stres
Pasca Trauma.
·
Gejala disosiatif dan histerik.
·
Rasa rendah diri dan kecenderungan untuk
bunuh diri yang menunjukan terdapatnya depresi.
·
Keluhan somatik seperti eneuresis,
enkoporesis serta keluhan somatik lainnya.6
Peranan LSM
Lembaga Swadaya Masyarakat (disingkat LSM) adalah sebuah organisasi
yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela
yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk
memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Dalam hal kejahatan seksual terhadap
anak, LSM berperan penting. Peran LSM tersebut mencakup:
a.
Memberikan konseling dan rasa aman
b.
Menerangkan mengenai hak-hak korban
c.
Memberikan dan menyediakan tempat yang aman bagi
korban (bila pelaku kejahatan tinggal di rumah yang sama)
d.
Melakukan koordinasi terpadu dengan pelayanan
kesehatan dan polisi
e.
Mendampingi korban secara objektif dan menyeluruh
f.
Menguatkan psikologis dan fisik pasien7
Daftar
Pustaka
1.
Kejahatan seksual. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi
Pertama.Bagian Kedokteran Forensik FK Uni. Indonesia. Jakarta:1997.h.147-58.
2. Peraturan
undang-undangan bidang kedokteran, bahagian kedokteran forensik, fakultas
kedokteran universitas Indonesia, cetakan kedua, 1994. 20-1, 33-4. Ilmu
kedokteran forensik, bahagian kedokteran forensik, fakultas kedokteran
universitas Indonesia, cetakan kedua,1997. 147-58.
3.
Pemeriksaan Kedokteran Forensik Klinik. Diunduh
tanggal: 11 Januari 2015 dari : http://www.scribd.com/doc/17381449/Pemeriksaan-Kedokteran-Forensik-Klinik.
4.
Pemeriksaan laboratorium sederhana. Ilmu Kedokteran
Forensik. Edisi Pertama.Bagian Kedokteran Forensik FK Uni. Indonesia.
Jakarta:1997.h.184-91.
5. Pemeriksaan
laboratorium forensic sederhana. Diunduh
tanggal : 11
Januari 2015
dari :
http://yumizone.wordpress.com/2009/03/19/pemeriksaan-laboratorium-forensik-sederhana.
6. Dampak
social-psikologis perkosaan, Ekandari
S.F., Buletin Psikologi, Tahun X, No.
1, Juni 2002, 9-23.
Peran
Lembaga Sosial Kasus Perlindungan Anak – DKI Jakarta. Diunduh tanggal : 11
Januari 2015 dari: http://www.docsto
Komentar
Posting Komentar