KOLITIS ULSERATIF
KOLITIS ULSERATIF
BAB I
PENDAHULUAN
Kolitis ulseratif merupakan
penyakit inflamasi kronik pada usus (inflammatory
bowel disease) yang menyebabkan inflamasi yang terus-menerus dan ulkus pada
lapisan yang paling dalam pada kolon dan rektum. Ulkus tersebut akan berdarah
dan menghasilkan pus, mukus dan inflamasi tersebut menyebabkan pengosongan rektum
menjadi lebih sering, sehingga dapat mengakibatkan diare. Kolitis ulseratif
menyerupai penyakit Crohn, yang merupakan jenis lain dari penyakit inflamasi
pada usus. Tidak
seperti dengan penyakit Crohn, yang dapat mengenai setiap bagian dari traktus
gastrointestinal, kolitis ulseratif secara khusus hanya melibatkan usus besar.
Kolitis ulseratif jarang mengenai usus halus, kecuali pada bagian bawah, yaitu
ileum.1,2,3
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Kolitis ulseratif merupakan suatu
peradangan kronis pada mukosa usus besar (kolon) ataupun pada rektum. Kolitis
ulseratif adalah salah satu bentuk Inflammatory Bowel disease yang
merupakan suatu kondisi kronis, sehingga secara umum membutuhkan perawatan terus-menerus.1
B. ETIOLOGI
Penyebab
kolitis ulseratif tidak diketahui. Teori yang paling umum bahwa kolitis
ulseratif disebabkan oleh beberapa faktor genetik, reaksi sistem imun yang
salah, pengaruh dari lingkungan, penggunaan obat-obatan anti inflamasi non-steroid,
kurangnya kadar anti oksidan di dalam tubuh, faktor stress, ada atau tidaknya
riwayat merokok, dan riwayat mengonsumsi produk susu. Sebagai contoh, beberapa
orang memiliki risiko secara genetik untuk terkena penyakit ini. Bakteri dan
virus dapat memicu sistem imun mereka, sehingga mengakibatkan suatu inflamasi.
Karena kolitis ulseratif lebih sering muncul di negara-negara berkembang,
sangat memungkinkan diet tinggi lemak jenuh dan makanan yang diawetkan memiliki
kontribusi pada penyakit ini.2
1. Penyebab
genetik
Hipotesis
terkini mengatakan bahwa genetik dapat menyebabkan seseorang memperoleh
kelainan pada respon imun humoral dan respon imun yang dimediasi sel dan/atau
respon imun secara umum yang direaktivasi oleh bakteri komensal dan menyebabkan
disregulasi respon imun pada mukosa sehingga mengakibatkan inflamasi pada
kolon. Riwayat adanya kolitis ulseratif pada keluarga diasosiasikan dengan
seseorang yang memiliki risiko tinggi terkena penyakit ini. Kesesuaian
penyakit ini ditemukan pada anak kembar monozigot. Penelitian genetik
telah mengidentifikasi beberapa lokus, beberapa di antaranya terkait dengan
kolitis ulseratif dan penyakit Crohn. Baru-baru ini, salah satu lokus yang
diidentifikasi juga dikaitkan dengan kerentanan terhadap karsinoma kolorektal.
Kromosom pada pasien dengan kolitis ulseratif dianggap kurang stabil. Fenomena
ini juga dapat berkontribusi pada risiko karsinoma yang meningkat. Apakah
abnormalitas ini merupakan penyebab atau akibat dari respon inflamasi sistemik
yang terus-menerus pada kolitis ulseratif, hal ini juga belum diketahui.2
2. Reaksi
imun
Reaksi
imun yang membahayakan integritas barier epitel usus dapat menyebabkan kolitis
ulseratif. Autoantibodi serum dan mukosa yang sifatnya melawan sel epitel usus
mungkin terlibat. Adanya antibodi antineutrofil sitoplasma/antineutrophil
cytoplasmic antibodies (ANCA) dan anti-Saccharomyces cerevisiae antibodi
(ASCA) adalah ciri-ciri utama dari penyakit inflamasi usus. Selain itu,
abnormalitas yang terjadi pada sistem imun dianggap sedikit berperan pada
rendahnya insiden kolitis ulseratif pada pasien yang telah menjalani operasi
usus buntu sebelumnya. Pasien-pasien yang telah menjalani appendektomi memiliki
insidens yang rendah untuk terkena kolitis ulseratif.2
3. Faktor
lingkungan
Faktor
lingkungan juga berperan. Sebagai contoh, bakteri yang mereduksi sulfat,
memproduksi sulfat, ditemukan pada sejumlah besar pasien dengan kolitis
ulseratif, dan produksi sulfat pada lebih tinggi pada pasien kolitis ulseratif
dibandingkan pasien-pasien lainnya.2
4. Penggunaan
obat-obatan anti inflamasi non-steroid
Penggunaan
obat-obatan anti inflamasi non-steroid lebih tinggi pada pasien dengan kolitis
ulseratif dibandingkan dengan kontrol, dan sepertiga pasien dengan kolitis
ulseratif eksaserbasi yang dilaporkan baru saja menggunakan obat-obatan anti
inflamasi non-steroid. Penemuan ini dapat menjadi bukti bahwa penggunaan
obat-obatan anti inflamasi non-steroid harus dihindari pada pasien dengan
kolitis ulseratif.2
5. Etiologi
lainnya
Faktor-faktor
lain yang berhubungan dengan kolitis ulseratif, antara lain:2
·
Vitamin A dan E, di mana keduanya
merupakan antioksidan, memiliki kadar yang rendah pada anak-anak dengan kolitis
ulseratif eksaserbasi.
·
Stress psikologik dan stress psikososial
berperan pada kolitis ulseratif dan dapat mempresipitasi terjadinya eksaserbasi
·
Merokok biasanya tidak berhubungan
dengan kolitis ulseratif. Hal ini berkebalikan dengan penyakit Crohn
·
Konsumsi susu dapat menyebabkan
eksaserbasi dari penyakit ini
C. EPIDEMIOLOGI
Sekitar satu hingga dua juta orang
di Amerika Serikat diperkirakan mengalami KU ataupun PC, dengan insindens
berkisar 70-150 kasus per 100.000 individu. Sedangkan di Eropa, insidens KU
berkisar 7.3 kasus per 100.000 penduduk dan insidens PC sekitar 5.8 kasus per 100.000
penduduk.
Di Indonesia sendiri belum ada studi
epidemiologi mengenai IBD, data masih didasarkan laporan rumah sakit saja
(hospital based). Simadibrata dari Jakarta pada tahun 2002 melaporkan 5.2%
kasus PC dan KU dari seluruh total kasus kolonoskopi yang dilakukan di RS Cipto
Mangunkusumo. Dari data di unit endoskopi pada beberapa rumah sakit di Jakarta
(RSCM, RS Tebet, RS Siloam Gleaneagles, RS Jakarta) terdapat kesan bahwa kasus
IBD berkisar 12.2% kasus yang dikirim dengan diare kronik, 3.9% kasus hematoschezia,
25.9% kasus diare kronik, berdarah dan nyeri perut, sedangkan pada kasus nyeri
perut didapatkan sekitar 2.8%. Data ini juga menyebutkan bahwa secara umum, kejadian
KU lebih banyak daripada kasus PC.3
Secara global dikatakan bahwa
insidens IBD adalah 10 kasus per 100.000 penduduk, KU 2.2–14.3 kasus per
100.000 penduduk dan PC 3.1–14.6 kasus per 100.000 penduduk.3
D. ANATOMI DAN FISIOLOGI USUS BESAR
Usus besar atau kolon berbentuk
tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1,5 meter (5 kaki) yang
terbentang dari sekum hingga kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih
besar dari usus kecil yaitu sekitar 6,5 cm (2,5inci), tetapi makin dekat anus
diameternya makin kecil.1
Usus
besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki yang
terbentang dari sekum sampai canalis ani. Usus besar dibagi menjadi sekum,
colon (ascenden, tranversum, descenden, sigmoid) dan rektum. Pada sekum
terdapat katup illeosekal dan appendik yang melekat pada ujung sekum. Sekum
menempati 2/3 atau 3 inchi pertama dari usus besar. Katup illeosekal mengontrol
aliran kimus dari ileum ke sekum.1
Colon
dibagi menjadi colon ascenden, tranversum, desenden dan sigmoid. Colon sigmoid
mulai dari krista iliaka dan berbentuk lekukan seperti huruf S. Usus bear memilki
4 lapisan seperti juga pada usus lainnya. Akan tetapi ada beberapa gambaran
khas pada usus besar. Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna
tetapi berkumpul dalam 3 pita yang dinamakan taenia colli. Taenia bersatu pada
sigmoid distal menjadi satu lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang
taenia lebih pendek dari pada usus kecil, hal ini menyebabkan usus tertarik dan
berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang disebut haustra. Lapisan mukosa
usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak
mengandung villi atau rugae. Krista lieberkuhn (kelenjar intestinal) terletak
lebih dlam dan mempunyai lebih banyak sel goblet daripada usus halus.1
Usus besar secara klinis dibagi menjadi
belahan kiri dan kanan sesuai dengan suplai darah yang diterima. Arteri
mesenterika superior memvaskularisasi belahan bagian kanan (sekum, kolon
ascenden, dan 2/3 proksimal kolon tranversum), dan arteri mesenterika inferior
untuk belahan bagian kiri (1/3 distal kolon tranversum, kolon descenden,
sigmoid, dan bagian proksimal rektum). Aliran balik vena dari kolon dan rektum
superior melalui vena mesenterika superior dan inferior, dan vena hemoroidalis
superior, yaitu bagian dari sistem portal yang mengalirkan darah ke hati.
Persyarafan usus besar disuplai oleh sistem syaraf otonom dengan pengecualian
m. sfingter ani eksterna berada dibawah kontrol volunter. Serabut syaraf
parasimpatis berjalan melalui syaraf vagus kebagian tengan kolon tranversum,
dan syaraf pelvikus yang berasal dari daerah sakral memsuplai bagian distal.
Serabut simpatis meninggalkan medula spinalis melalui syaraf splangnikus untuk
mencapai kolon. Peransangan simpatis menyebabkan hambatan sekresi, kontraksi,
dan perangsangan sfingter rektum, edangkan perangsangan parasimpatis mempunyai
efek yang berlawanan.1
Usus besar mempunyai fungsi yang
berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi yang paling penting adalah
mengabsorbsi air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian
kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir untuk menampung masa feses
yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung. Kapasitas absorbsi usus besar
adalah sekitar 2000ml per hari, bila jumlah ini dilampaui maka akan terjadi
diare. Sedikit pencernaan yang terjadi di usus besar, terutama diakibatkan oleh
bakteri dan bukan karena kerja enzim. Usus besar mensekresi mukus alkali yang
tidak mengandung enzim yang berfungsi untuk melumasi dan melindungi mukosa. 1
Pada umumnya pegerakan usus besar adalah
lambat, dan gerakan yang khas adalah gerakan mengaduk haustra, dimana haustra
teregang dan dari waktu- ke waktu otot sirkuler akan berkontraksi untuk
mengosongkannya. Pergerakan ini menyebabka isi usus bergerak bolak- balik dan
meremas- remas sehingga memberi cukup waktu untuk absorbsi. Rektum dan anus
merupakan tempat penyakit yang sering ditemukan pada manusia misalnya
inkontinensia alvi bisa disebakan oleh kerusakan otot sfingter atau kerusakan
medula spinalis dan daerah anorektal sering menjadi tempat abses dan fistula.1
E. PATOGENESIS
Kolitis ulseratif merupakan penyakit
primer yang didapatkan pada kolon, yang merupakan perluasan dari rektum.
Kelainan pada rektum yang menyebar kebagian kolon yang lain dengan gambaran
mukosa yang normal tidak dijumpai. Kelainan ini akan behenti pada daerah
ileosekal, namun pada keadaan yang berat kelainan dapat tejadi pada ileum
terminalis dan appendiks. Pada daerah ileosekal akan terjadi kerusakan sfingter
dan terjadi inkompetensi. Panjang kolon akan menjadi 2/3 normal, pemendekan ini
disebakan terjadinya kelainan muskkuler terutama pada koln distal dan rektum.
Terjadinya striktur tidak selalu didaptkan pada penyakit ini, melaikan dapat
terjadi hipertrofi lokal lapisan muskularis yang akan berakibat stenosis yang
reversibel. Lesi patologik awal hanya terbatas pada lapisan mukosa, berupa
pembentukan abses pada kriptus, yang jelas berbeda dengan lesi pada penyakit
crohn yang menyerang seluruh tebal dinding usus. Pada permulaan penyakit,
timbul edema dan kongesti mukosa. Edema dapat menyebabkan kerapuhan hebat
sehingga terjadi perdarahan pada trauma yang hanya ringan, seperti gesekan
ringan pada permukaan. Pada stadium penyakit yang lebih lanjut, abses kriptus
pecah menembus dinding kriptus dan menyear dalam lapisan submukosa, menimbulkan
terowongan dalam mukosa. Mukosa kemudian terlepas menyisakan daerah yang tidak
bermukosa (tukak). Tukak mula- mula tersebar dan dangkal, tetapi pada stadium
yang lebih lanjut, permukaan mukosa yang hilang menjadi lebih luas sekali
sehingga menyebabkan banyak kehilangan jaringan, protein dan darah.1
F. DIAGNOSIS
Gambaran
Klinis
Gejala bergantung kepada segmen yang
terlibat. Gejala utama secara umum adalah diare kronik dengan atau tanpa darah, lendir, nanah dan nyeri
perut, nokturnal, dan dapat menyebabkan inkontinensia alvi. Disisi lain,
proktitis laseratif dapat menyebabkan konstipasi, tenesmus, hematokezia dan
urgensi. Gejala konstitusional yang menyertai seperti anoreksia, lemas,
penurunan berat badan, keringat malam dan demam.1,4
Pada KU, manifestasi klinis lebih
seragam karena hanya melibatkan kolon, sementara pada PC dapat melibatkan
seluruh traktus gastrointestinal dari mulut hingga anus. KU dominan dengan
diare dengan volume kecil, berdarah, dan mengandung mukus. Sementara pada PC,
darah dan mukus lebih jarang ditemukan namunnyeri perut lebih dominan, disertai
mual, muntah, malabsorbsi, dan malnutrisi karena adanya keterlibatan usus
halus. Malabsorbsi empedu dann lemak tampa sebagai steatore dan kembung. Bila
terjadi striktur, pasien akakn mengalami obstipasi tanpa pasase flatus maupun
feses.4
Pemeriksaan fisik dapat menunjukan
pucat, kakeksia, masa intra abdomen, fisura perianal, fistula dan abses. Selain
itu dapat pula menyebabkan manifestasi ekstraintestinal, antara lain spondiloartritis,
artritis perifer, hipercoagubilitas, manifestasi kutaneus seperti eritema
nudosum dan pioderma gangrenosum., manifestasi okular seperti uveitis,
spiskleritis, dan sklera konjungtivitis. Anemia, nefrolitiasis, kolelitiasis,
dan penyakit tulang metabolik akibat konsekuensi dan malabsorbsi dan
malnutrisi.4
Pemeriksaan
Penunjang
Gambaran
laboratorium
Tidak ada parameter laboratorium
yang spesifik untuk KU. Sebagian besar hanya merupakan parameter proses
inflamasi secara umum atau dampak sistemik akibat proses intflamasi
gastrointestinal yang mempengaruhi proses digesti.3
Data laboratorium lebih berperan
untuk menilai derajat aktivitas penyakit dan dampaknya pada status nutrisi
pasien. Penurunan kadar hb, ht dan besi serum dapat menggambarkan derajat
kehilangan darah lewat saluran cerna. Tingginya laju endapp darah dan C-reactif
preotein yang positif menggambarkan aktivitas inflamasi, serta rendahnya kadar
albumin mencerminkan status nutrisinya yang rendah.3
Endoskopik
Pada kolitis ulseratif, ditemukan hilangnya vaskularitas
mukosa, eritema difus, kerapuhan mukosa, dan seringkali eksudat yang terdiri
atas mukus, darah dan nanah. Kerapuhan mukosa dan keterlibatan yang seragam adalah
karakteristik. Sekali mukosa yang sakit ditemukan (biasanya direktum), tidak ada
daerah mukosa normal yang menyela sebelum batas proksimal penyakit dicapai.
Ulserasi landai, bisa kecil atau konfluen namun selalu terjadi pada segmen dengan
kolitis aktif. Pemeriksaan kolonoskopik penuh dari kolon pada kolitis ulseratif
tidak diindikasikan pada pasien yang sakit akut. Biopsi rektal bisa memastikan
radang mukosa. Pada penyakit yang lebih kronik, mukosa bisa menunjukkan penampilan
granuler, dan bisa terdapat pseudopolip.5
Gambar 1. Visualisasi kolitis ulseratif pada kolonoskopi2
Histopatologi
Spesimen yang berasal dari operasi
lebih mempunyai nilai diagnostik daripada spesimen yang diambil secara biopsi
per-endoskopik. Gambaran khas untuk kolitis ulseratif adalah adanya abses
kripti, distorsi kripti, infiltrasi sel mononukleus dan polimorfonuklear di
lamina propia.5
Barium Enema
Gambaran radiologi kolitis ulseratif
pada pemeriksaan barium enema sangat bervariasi tergantung dari
stadiumnya. Kolon bisa saja terlihat lebih sempit, dan hal ini bisa saja
berhubungan dengan pengisian usus yang tidak sempurna akibat spasme dan
iritabilitas pada kolon.2,6
Pemeriksaan barium enema dapat
menunjukkan hilangnya haustra pada lumen kolon. Adanya granula dapat disebabkan
oleh hiperemia dan udem pada mukosa yang dapat menyebabkan ulserasi. Ulser
superfisial dapat menyebar dan menutupi semua lapisan mukosa. Terdapat gambaran
bintik-bintik pada mukosa akibat perlengketan barium pada ulser superfisial.
Collar button ulcers merupakan ulserasi yang lebih dalam pada mukosa yang udem
dengan kripte abses pada submukosa.2,6
Striktur dapat terjadi pada 1-11% pasien yang
menderita kolitis ulseratif dalam jangka waktu yang lama. Striktur
terutama ditemukan pada kolon asendens.
Gambar
2. Pemeriksaan barium enema menunjukkan
keterlibatan striktur yang panjang pada kolitis ulseratif, yang ditandai dengan
penyempitan lumen kolon desendens yang ireguler2
Gambar
3. Pemeriksaan barium enema menunjukkan
hilangnya haustra pada seluruh kolon desendens disertai dengan ulserasi,
sehingga memberikan gambaran “lead-pipe”2
Gambar
4. Pemeriksaan barium enema dengan kontras
dobel menunjukkan keterlibatan kolon dengan collar
button ulcers yang banyak seperti yang diperlihatkan dengan tanda panah2
G.
DIAGNOSIS
BANDING
Kolitis ulseratif paling sering
didiagnosis banding dengan penyakit Crohn, karena diagnosis yang beda memiliki
terapi yang berbeda pula. Perbedaan antara kolitis ulseratif dan penyakit Crohn
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:2
Tabel 1. Perbedaan antara kolitis ulseratif dan
penyakit Crohn
Gambaran
klinis
|
KU
|
PC
|
Diare kronik
|
++
|
++
|
Hematokezia
|
++
|
+
|
Nyeri perut
|
+
|
++
|
Massa abdomen
|
-
|
++
|
Fistulasi
|
+/-
|
++
|
Stenosis/striktur
|
+
|
++
|
Keterlibatan usus halus
|
+/-
|
++
|
Keterlibatan rektum
|
95%
|
50%
|
Ekstra intestinal
|
+
|
+
|
Megakolon toksik
|
+
|
+/-
|
Lesi bersifat segmental
|
-
|
++
|
H. KOMPLIKASI
Komplikasi
kolitis ulseratif dapat bersifat lokal atau sistemik. Fistula, fisura, dan
abeses rektal jarang terjadi bila dibandingkan dengan pada kolitis
granulomatosa. Kadang-kadang dapat terbentuk fistula rectovagina. Beberapa
penderita dapa mengalami penyempitan lumen usus akibat fibrosis, yang umumnya
ringan bila dibandingkan dengan penyakit crohn.1,2,3
Salah
satu komlikasi yang lebih berat adalah dilatasi toksik atau megakolon, dengan
paralisis fungsi motorik kolon transversum disertai dilatasi cepat segmen usus
tersebut. Megakolon toksik paling sering menyertai pankolitis. Angka mortalitas
sekitat 30% dan sering terjadi perforasi usus. Pengobatan komplikasi ini adalah
kolektomi darurat. Komplikasi lain adalah perdrahan masif yang kadang-kadang
memerlukan kolektomi darurat. 1,2,3
Komplikasi
lain yang cukup penting adalah karsinoma kolon, dan frekuensinya semakin
meningkat pada pasien yang telah menderita penyakit ini lebih dari 10 tahun.
Apabila kolitis ulseratif telah mengenai seluruh kolon selama 25 tahun, angka
probabilitas kanker meningkat menjadi 40%.1
Komplikasi
sistemik sangat beragam, dan sukar
dihubungkan secara kausal dengan penyakit kolon. Kompikasi terserbut
berupa pioderma gangrenosa, episkleritis, uveitis, artritis, dan spondilosis
ankilosa. Gangguan fungsi hati sering terjadi pada kolitis ulseratif. Adanya
komplikasi sistemik berat dapat menjadi indikasi pembedahan pada kolitis,
bahkan bila gejala bersifat ringan sekalipun. 1
I.
PENATALAKSANAAN
Tidak
ada pengobatan yang spesifik untuk kolitis ulseratif. Tujuan terapi adalah
mengatasi peradangan, mempertahankan status gizi penderita,meringankan gejala,
serta mencegah infeksi dan komplikasi lain.
Kortikosteroid
Sampai saat
ini obat golongan glukokortikoid merupakan obat pilihan untuk PC (semua
derajat) dan KU derajat sedang dan berat. Pada umumnya pilihan jatuh pada
prednison, metilprednisolon atau steroid enema. Pada keadaan berat diberikan
kortikosteroid parenteral. Untuk memperoleh tujuan konsentrasi steroid yang
tinggi pada dinding usus dengan efek sistemik (dan efek sampingnya) yang
rendah, saat ini telah dikembangkan obat golongan glukokortikooid non-sistemik
dalam pengobatan IBD. Dalam hal ini dapat dipakai obat budesonide baik dalam
bentuk oral lepas lambat maupun enema. Dosis rata-rata untuk mencapai remisi
adalah setara dengan 40-60 mg prednison, yang kemudian tappering off setelah
remisis tercapai dalam waktu 8-12 minggu.3
Asam Aminosalisilat
Preparat 5-asam aminosalisilat (5-ASA)
atau mesalazine saat ini lebih disukai dari preparat sulfasalazin karena efek
sampingnya lebih kecil meski efektivitasnya relatif lama. Di Indonesia,
sulfasalazin dipasarkan dalam bentuk sediaan tablet 250 mg dan 500 mg, enema 4
g/60 mL, serta supositoria 500 mg. Dosis rerata untuk mencapai remisi adalah 2
– 4 gram per hari. Umumnya remisi tercapai dalam 16 – 24 minggu yang kemudian
diikuti dengan dosis pemeliharaan. Dosis pemeliharaan 1,5 – 3 gram per hari.
Untuk kasus-kasus usus bagian kiri atau distal, dapat diberikan esalazin supositoria
atau enema, sedangkan untuk kasus berat, biasanya tidak cukup hanya dengan
menggunakan preparat 5-ASA.3,7
Imunomodulator
Azatioprin dan 6-merkaptopurin,
siklosporin, dan metotreksat merupakan beberapa jenis obat kelompok
imunomodulator. Dosis inisial azatrioprin 50 mg diberikan hingga tercapai efek
substitusi lalu dinaikkan bertahap 2.5 mg per kgBB. Umumnya, efek terapeutik
baru tercapai dalam 2 – 3 bulan. Efek samping yang sering dilaporkan adalah
nausea, dispepsia, leukopeni, limfoma, hepatitis hingga pankreatitis.3,7
Siklosporin intravena diketahui
dapat bermanfaat untuk kasus akut KU refrakter steroid dengan angka
keberhasilan 50 – 80%. Efek samping yang sering dilaporkan meliputi gangguan
ginjal dan infeksi oportunistik. 3.7
Sedangkan metotreksat dikenal
sebagai preparat yang efektif untuk kasus PC steroid dependent sekaligus untuk
mempertahankan remisi pada KU. Dosis induksi 25 mg intramuskular atau subkutan
per minggu hingga selesai tapering off steroid.3,7
Penatalaksanaan
Bedah
Pembedahan, berupa
panproktokolektomi (memotong kolon dan rektum), merupakan terapi definitif pada
kolitis ulseratif. Indikasi operasi pada kolitis ulseratif bervariasi. Terapi
medikamentosa yang gagal merupakan indikasi yang paling sering untuk dilakukan
pembedahan. Indikasi tindakan pembedahan segera pada pasien kolitis
ulseratif adalah adanya toksik megakolon yang refrakter dengan terapi
medikamentosa, adanya serangan fulminan yang refrakter dengan terapi
medikamentosa, dan perdarahan pada kolon yang tidak terkontrol. Sedangkan,
indikasi elektif adalah ketergantungan jangka panjang pada steroid,
ditemukannya displasia dan adenokarsinoma pada biopsi skrining, dan durasi
penyakit yang sudah mencapai 7-10 tahun.2,6
J. PROGNOSIS
Prognosis
yang buruk ditandai dengan takikardia, demam tinggi, dan penurunan
peristaltik usus, serta adanya hipoalbuminemia. Kolitis ulseratif
merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Risiko kematian meningkat
pada pasien-pasien usia tua, dan pada pasien yang disertai komplikasi
(misalnya: syok, malnutrisi, anemia). Kasus-kasus yang berat dan kronik dapat
menjadi lesi prakanker. Penyebab kematian yang tersering pada kolitis ulseratif
adalah megakolon toksik.2
BAB III
KESIMPULAN
Kolitis
ulseratif merupakan suatu peradangan kronis pada mukosa usus besar (kolon)
ataupun pada rektum. Kolitis ulseratif adalah salah satu bentuk Inflammatory
Bowel disease yang merupakan suatu kondisi kronis, sehingga secara
umum membutuhkan perawatan terus-menerus. Penyebab kolitis
ulseratif tidak diketahui. Teori yang paling umum bahwa kolitis ulseratif
disebabkan oleh beberapa faktor genetik, reaksi sistem imun yang salah,
pengaruh dari lingkungan, penggunaan obat-obatan anti inflamasi
non-steroid, kurangnya kadar anti oksidan di dalam tubuh, faktor stress, ada
atau tidaknya riwayat merokok, dan riwayat mengonsumsi produk susu. Tanda utama
ialah perdarahan dari rektum dan diare bercampur darah, nanah, dan lendir.
Biasanya disertai tenesmus dan kadang inkontinensia alvi. Biasanya penderita
mengalami demam, mual, muntah, dan penurunan berat badan. Adapun pemeriksaan
yang dapat mendukung kolitis ulseratif diantaranya kolonoskopi/endoskopi,
histopatologi dan pemeriksaan barium enema. Pada keadaan yang ringan sampai
sedang masih dapat ditatalaksana dengan obat-obatan, namun pada keadaan yang
lebih berat dianjurkan untuk dilakukan pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lindset
GN. Ganguan usus besar. Dalam Patofisiologi: konsep klinis proses-proses
penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC;tahun 2012.p.456-64.
2. Basson
MD, Katz J. Ulcerative colitis . Available in Medscape Reference, Drug,Disease
and Pr ocedures (www.emedicine.medscape.com).
Diakses pada 16 Oktober 2015.
3.
Djojoningrat D. Inflammatory Bowel Disease: Alur
Diagnosis dan Pengobatannya di Indonesia. Dalam: Sudoyo AW dkk, editor. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2008.p.591-97
4. Lilihata
G, Syam AF. Inflammatory bowel desease. Dalam: kapita selekta kedokteran. Edisi
4. Jakarta: Media Aesculapius; 2014.p.598-601.
5. Danese
S, Fiocchi C. Ulcerative colitis. The New England Journal of Medicine 2011;
365, 18: 1713-25
6. Longo DL,
Fauci AS, Kasper DL, et al, editors. Harrison’s manual of medicine 18th ed. New
York: McGraw Hill; 2014.p.1011-15.
7. Kuhbacher
T, Folsch UR. Practical guidelines for the treatment of infl ammatory bowel
disease. World J Gastroenterol 2007; 13(8): 1149-55
Coba hubungi dr Muhammad yusuf. beliau punya obat racikan khusus yang bisa membantu menyembuhkan penyakit ini... Awal nya Teman saya ada juga kena penyakit seperti ini dan sudah capek berobat ke rumah sakit... Bahkan sampai ke penang Malaysia. Dan tak juga sembuh.
BalasHapusTapi kata nya semenjak berobat ke dokter Muhammad yusuf yang di sarankan kakak ipar nya dengan meminum obat racikan khusus yang bisa di tebus dengan beliau langsung dari beliau selama 3 bulan alhamdulillah sudah jauh lebih baik dan sekarang sudah sembuh dia nya...
Dan adik sepupu saya fitri juga sembuh dengan beliau juga.
Jadi saya saran kan coba lah hubungan dokter nya langsung aja ya... Agar lebih jelas.
No nya dokter yusuf nya 0853-6167-5232.
Terima kasih banyak atas informasinya Alhamdulillah bapak saya sudah sembuh semenjak berobat dengan beliau... Obatnya topcer Alhamdulillah cocok dan bisa sembuh.
HapusBapak saya 5 bulan brobat rutin dengan beliau walau pun jauh kita bisa kapan saja konsultasi dengan beliau Alhamdulillah di berikan kemudahan oleh Allah SWT.
Mau nanya hasil hispatologi saya colitis kronis dengan severe dysplasia.. Artinya apa ya? Apa saya terkena kanker.. Karna kaka saya 1 thn yg lalu habis oprasi dan pembuangan fesesnya di buat di perut..
BalasHapusIbu saya jg meninggal karna kanker usus ganas stadium akhir
Mohon bantuannya karna dokter hanya diam pdhal saya sudah nanya ini bahaya apa engga
Halo kak, boleh minta filenya?
BalasHapusMaaf nomor kontak saya yang 0853-6167-5232 sudah non aktif. Karena hilangnya Hp saya.
BalasHapusSekarang saya pakai nomor 0813-4881-3797.
Kalau mau berobat silahkan hubungi nomor baru saya.
Trima kasih 🙏
Saya Dr yusuf